“Dari tahun ’97, kami selalu main di klub kecil, ini juga memang masih klub kecil, tapi ini event gede,” kata Jerinx cengengesan. Devil Dice membuka penampilan mereka dengan lagu berjudul “Sunset and Butterflies.” Mereka memainkan musik punk rock, dengan sentuhan rockabilly, dan permainan terompet yang membuat musiknya terdengar lebih penuh. Tempo musik mereka, tak secepat tempo musik-musik Superman Is Dead, maklum si penjaga tempo SID kini ada di depan, bermain gitar dan bernyanyi. Kalau boleh dibandingkan, dalam level tertentu, kualitas suara Jerinx mengingatkan pada kualitas suara Keith Richards: serak, seperti susah payah menarik nafas ketika bernyanyi, tapi nyatanya bisa bernyanyi hingga lagu selesai.
“Kami latihan dua hari lalu, setelah dua tahun nggak pernah latihan. We’re very professionals, so don’t fuck with us!” kata Jerinx seraya tertawa.
Selain membawakan lagu-lagu sendiri, Devil Dice membawakan lagu “Bridge Over Troubled Water” yang merupakan hasil kolaborasi Simon & Garfunkel dan Johnny Cash. Lagu itu, sepertinya kesukaan Jerinx, karena selalu diputar sebelum Superman Is Dead tampil di panggung. Devil Dice menutup penampilannya dengan sebuah lagu berjudul “Rock n’ Roll City,” sebuah lagu dari album mereka di tahun 2004.
“This one for the bad boys and bad girls who say fuck to the world!” kata Jerinx.
Devil Dice bermain tak lebih dari setengah jam. Setelah mereka tampil, Blue Eyes semakin padat. Sepertinya penonton memenuhi hampir sembilan puluh persen kapasitas ruang di sana. Penampil berikutnya, sebuah band bernama Silent Farewell, yang memainkan musik metal core tipikal masa kini. Hanya saja, tak ada jeritan melengking di beberapa part lagu. Silent Farewell mendapat sambutan yang untung saja tak terlalu silent dari penonton.
Lima menit menjelang tengah malam, Hoobastank tampil. Konser yang diberi judul Surya Slims Stage Present Hoobastank Live in Concert itu digelar oleh GMS Production. Vokalis Doug Robb, gitaris Dan Estrin, dan drummer Chris Hesse baru saja datang ke Bali beberapa jam lalu. Pukul tujuh malam waktu setempat, konferensi pers digelar. Pada saat konferensi pers digelar, mereka baru saja tiba di Bali dua jam sebelumnya.
“Kami berangkat tanggal 27, tahu-tahu sekarang sudah tanggal 29, kami bahkan tak ingat melewati tanggal 28,” kata Dan sambil tertawa.
“Band-band lain, mungkin bakal berpikir dua kali, untuk terbang dua puluh jam, dan langsung tampil di sini,” kata Doug.
Sudah dua album sejak Every Man For Himself [2006] dan For[n]ever [2009], Hoobastank tampil sebagai trio. Kali ini, di panggung mereka dibantu oleh pemain bass bernama Jesse, yang sudah bekerja selama dua tahun terakhir.
“Jesse bermain dengan baik selama dua tahun ini. Saya rasa, jika kami bisa kembali ke masa lalu, kami bakal berfoto berempat untuk billboard,” kata Doug seraya tertawa ketika ditanya apakah pemain bass mereka akan jadi personel tetap.
Album For[n]ever, banyak diisi oleh lagu-lagu yang seperti terdengar kekecewaan karena gagal hubungan. Soal ini, Doug mengatakan bahwa ketika patah hati, memang lebih mudah untuk membuat lagu. Dan soal album terbaru mereka yang nyaris tak terdengar jika dibandingkan ketika di tahun 2003 mereka sukses secara komersil dan melahirkan hit “The Reason”, Doug tak menampik fakta bahwa itu karena perusahaan rekaman mereka kurang mempromosikan album terbaru Hoobastank.
“Terus terang saja, kami tak bahagia dengan kinerja perusahaan rekaman kami. Walaupun agak susah juga, karena kondisi industri musik sedang sulit. Kalau kami punya lagu hit, baru dipromosikan. Jadi ya, kalau perusahaan rekaman kami di Indonesia tak mempromosikan album kami dengan baik, itu tak bisa dilepaskan dari perusahaan rekaman kami di kampung halaman,” kata Dan.
Tapi, promosi konser malam itu rupanya cukup berhasil, jika dilihat dari jumlah orang yang datang. Terakhir Hoobastank datang ke Bali, adalah tahun 2003. “Kami akan bermain dalam set akustik malam ini. Kami jarang sekali melakukan set ini, jadi ini sesuatu yang istimewa. Dan yang lebih menjadikannya istimewa karena kami ada di sini,” kata Doug membuka penampilan mereka.
Sebelumnya, di konferensi pers, Doug menampik tuduhan bahwa mereka bermain akustik karena dibayar dalam harga yang lebih murah dibandingkan biasanya. Dia juga menjamin bahwa meskipun Hoobastank bermain akustik, para penonton masih akan mendapat pertunjukkan yang menarik dan tak akan keluar dengan perasaan kecewa.
“Enam tahun adalah jarak yang terlalu lama. Mudah-mudahan, lain kali kami datang ke sini, jaraknya bukan enam tahun ya,” kata Doug.
Hoobastank membawakan lagu dari album pertama hingga terbaru. Sebanyak 14 lagu dibawakan dalam format akustik. Di beberapa lagu, Doug bernyanyi sambil bermain gitar. Penonton tetap bertahan selama nyaris satu setengah jam konser itu. Hoobastank hanya semalam di Bali. Setelah itu, mereka langsung bertolak ke Singapura, untuk tampil dalam konser tahun baru.
0 komentar:
Posting Komentar